Senin, 27 Desember 2010

Jabatan Rasulullah saw

Dengan mengkaji lebih dalam kehidupan Nabi Muhammad saw, akan kita dapati bahwa perilaku beliau tidak semuanya dalam tingkatan yang sama, begitu pula ucapan-ucapan beliau. Imam Al Qarafi dalam Ihkamnya menjabarkan bahwa satu sosok Rasulullah saw menempati 6 posisi yang semestinya difahami, karena salah mengklasifikasikan ucapan atau perilaku beliau di antara 6 posisi tersebut akan salah pula hukum yang dihasilkannya.




Pertama: 
Allah berfirman: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena, Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya". (Al 'Alaq : 1-5).

Ayat-ayat yang menjadi awal predikat kenabian Muhammad saw, karena saat diturunkannya, ia adalah perintah untuk beliau semata dan tidak ada hubungannya dengan orang lain, sebagaimana definisi kenabian.

Kedua:
Allah berfirman: "Hai orang yang berselimut, bangunlah!, lalu berilah peringatan!, dan Tuhanmu agungkanlah!, dan pakaianmu bersihkanlah!, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak!, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah". (Al Muddatstsir : 1-7).

Beda halnya dengan wahyu ke dua ini, dengannya Allah mengangkat Muhammad saw sebagai Rasul utusanNya. Ada perintah untuk menyampaikan (tabligh) kebenaran kepada orang lain. Pada posisi ini Nabi Muhammad saw berperan sebagai penyambung lidah bagi Allah untuk menyampaikan pesan kepada makhlukNya, sebagaimana perawi yang meyampaikan hadits kepada kita.

Ketiga:
Posisi mufti (yang mengeluarkan fatwa). Rasulullah saw dalam posisi ini menjabarkan secara rinci hukum-hukum Allah melalui ucapan dan perbuatanya. Beliau menerangkan tata cara shalat, penghitungan zakat, jual beli dll. Mayoritas hadits beliau masuk dalam kategori ini.


Keempat:
Terjadi persengketaan tanah antara 2 shahabat anshar, Ummu Salamah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Kalian mengadukan sengketa kepadaku, sangat mungkin salah satu dari kalian lebih pandai dalam menyampaikan argumennya, maka siapa saja yang aku menangkan dengan hak saudaranya, jangan sekali-kali ia mengambilnya, karena sebenarnya aku telah potongkan baginya bagian dari neraka". (HR. Bukhari Muslim).


Demikian, pada beberapa urusan Rasulullah saw berlaku sebagai hakim yang memutuskan perkara dan sengketa. Peran ini -disimpulkan oleh Imam Qarafi- banyak terjadi pada urusan ahwal syakhsiyah (pernikahan, perceraian dan semisalnya), serta persengketaan di bidang lainnya.


Kelima:
Anas ra menceritakan bahwa ada perempuan yang didapati kepalanya di antara dua batu, ia ditanya: "Siapa yang melakukan ini padamu? si fulankah? atau si fulan?" sampai menyebut nama seorang Yahudi, ia pun mengangguk mengiyakan. Dipanggillah orang Yahudi tersebut dan ia mengakui perbuatannya. Maka Rasulullah saw memerintahkan untuk memukul kepalanya dengan batu. (HR. Ahmad).


Kisah di atas salah satu contoh Rasulullah saw sebagai imam/pemimpin wilayah,yang memiliki hak untuk menentukan kebijakan umum terkait kemaslahatan rakyat. Urusan kebijakan politik, hukum pidana perdata, perdamaian peperangan dan semisalnya mesti difahami bahwa tidak setiap orang bisa melakukannya.


Keenam:
Thalhah ra bercerita, suatu ketika ia berjalan bersama Rasulullah saw melewati beberapa orang yang sedang memanjat pohon kurma, beliau saw bertanya: "Sedang apa mereka?" "Sedang mengawinkan bunga jantan ke bunga betina" jawab mereka. Rasulullah saw berkata: "Sepertinya hal itu sama sekali tidak dibutuhkan". Mendengar ini mereka tinggalkan proses pengawinan itu, namun hasilnya buah kurmanya menjadi buruk. Berita ini disampaikan kepada Rasulullah saw, beliau pun bersabda: "Jika memang bermanfaat maka biarkan mereka melakukannya, karena tadinya aku hanya mengira-ngira, dan jangan salahkan aku dengan perkiraan itu, kecuali jika aku menyampaikan sesuatu dari Allah maka ambillah karena aku tidak akan berdusta atas nama Allah". (HR. Muslim).


Dalam beberapa kesempatan Rasulullah saw bekata, berpendapat atas nama pribadinya selaku manusia, termasuk dalam strategi perang sebagaimana riwayat Hubab bin Mundzir.


Para ulama' mengklasifikasi pembahasan ini dengan tujuan agar kita umat Muhammad saw dapat menjalani syariah ini dengan tepat. Bab-bab yang terkait dengan kerasulan dan fatwa maka kita wajib mentaatinya ketika telah sampai hukum itu pada keilmuan kita, tanpa harus berhubungan dengan hakim atau imam. Tapi, jika permasalahannya tergolong peradilan dan siyasah 'ammah maka kita tidak diperkenankan mengambil sikap tanpa melibatkan hakim dan imam. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar